Kembali
Butuh banyak waktu sampai akhirnya Aku berani kembali menulis, sejak terakhir kali menulis ketika SMP lalu terbentur anggapan bahwa menulis membuat seseorang terlihat culun, entah anggapan itu benar adanya atau hanya pembenaran yang ku lakukan ketika merasa tidak diterima dalam pergaulan kala itu. Berat rasanya ketika memutuskan untuk berhenti menulis dan bahkan menghilangkan semua jejak digital tentang segala tulisan agar tidak lagi bisa dilihat oleh dunia, aku ingin terlahir kembali. Menulis adalah salah satu coping stress, yang akhirnya tidak pernah lagi ku lakukan berkat penyalahan tadi. Keinginan untuk menjalani pergaulan dengan semestinya membuat aku tidak lagi menulis, bersamaan dengan kondisi hati yang baik membuat rasanya tidak perlu lagi mencari pelarian, menuangkan keluh ke dalam lembar kertas digital.
Keinginan untuk menulis memberikan sedikit niat dan diteruskan dengan hembusan nafas ketika berdoa agar dapat masuk jurusan bahasa pada saat SMA, gagal masuk jurusan bahasa sampai akhirnya tidak ada lagi sedikit pun keinginan atau bahkan kemampuan dalam diri untuk kembali menulis ketika, sedikit kesempatan menjadi sutradara baikfilm maupun teater hanya menjadi pelepas dahaga di tengah gurun. Lalu entah apa yang terjadi sampai akhirnya mengambil kuliah jurusan sastra, ekspektasi dan harapan hadir untuk hidup dalam lingkungan yang membantu berkembang dan memiliki pemikiran yang sama bahwa setiap kata memiliki kekuatannya sendiri. Sampai akhirnya terbentur realita bahwa diri ini bukanlah seorang penulis, si pengaku penulis ini hanya pernah menulis kata-kata sendu dengan diksi dan majas yang entah apa jenisnya, semuanya hanyalah tentang percintaan dan pengandaian atas apa yang diri ini tidak pernah alami.
Wawasan kesusastraan yang sempit, kemampuan membentuk kalimat yang payah, pemahaman tentang diksi dan majas yang tidak mumpuni, ditambah lingkungan yang berkutat dalam lini sastra serius membuat diri ini rasanya tidak pantas untuk mengaku sebagai penulis, bahkan mengaku sebagai orang yang pernah menulis saja rasanya hanya akan menjadi bahan tertawaan. Mencari pelarian dengan aktif berorganisasi dan berkepanitiaan, berdalih mengatakan tersasar dalam memilih jurusan dan beberapa pembenaran lain yang diucapkan ketika ditanya mengapa aku tidak pernah menulis, padahal jawabannya hanyalah satu, tidak percaya diri. Tapi diri ini lupa apa yang diinginkan oleh hatinya, lupa akan tekadnya, lupa akan mimpinya. Menjadikan diri ini tak lebih dari seekor bebek yang mengaku menjadi ayam yang tersesat, padahal Ia berada dalam kawanan bebek.
Menjadi anak sastra yang tidak menulis sama saja dengan ibadah tapi tidak mengucapkan niat, mencari pembenaran lewat alasan-alasan klasik sama saja dengan tidak menerima keadaan, terus melarikan diri dari keinginan hati sama saja dengan menjadi pecundang. Mencoba sesuatu namun gagal memenuhi ekspektasi tentunya akan mendapat kritik, tapi berdiam diri tanpa pernah mencoba tentunya tidak akan mendapat apresiasi. Segala proses yang telah diri ini jalani mulai dari menulis hal-hal sendu nan bodoh, sampai akhirnya kembali menulis lagi walau entah apa yang akan ditulis akan kusebut sebagai; pendewasaan diri.
.png)

0 komentar: